Kamis, 30 Juli 2009

Complain Handling (Belajar dari Kasus Prita )

Membicarakan kasus Prita Mulyasari versus RS Omni seakan tidak ada habisnya. Kasus Prita selalu menarik untuk dibedah, terutama karena banyak pelajaran penting yang dapat di ambil bagi para penyedia jasa. Penanganan komplain (complain handling) salah satunya, terutama dikarenakan pada kasus Prita ini buruknnya penanganan komplain pasien di RS Omni merupakan salah satu penyebab mencuatnya kasus ini ke permukaan.

komplain sendiri diartikan sebagai bentuk ekspresi ketidakpuasan dari pengguna jasa kepada penyedia layanan. Komplain bisa disebabkan karena kegagalan penyedia jasa menyediakan pelayanan sesuai yang dijanjikan atau tidak sesuai dengan ekspektasi dari pengguna jasa. Perilaku customer dalam menyikapi kegagalan service juga berbeda beda. Ada yang diam saja karena tidak ingin memperumit masalah, ada pula yang melakukan komplain langsung ke pihak penyedia jasa. Sementara yang cukup merepotkan adalah apabila customer menggunakan pihak ke tiga untuk mengekspresikan ketidakpuasannya. Namun yang terakhir ini biasanya dilakukan oleh customer setelah upaya komplain langsung ke pihak penyedia jasa tidak mendapatkan respons yang memadai. Komplikasi lain dari tidak tertanganinya komplain dengan baik adalah kecenderungan customer yang dirugikan menceritakan pengalaman buruknya tersebut kepada pihak lain baik melalui media maupun dari mulut ke mulut (negative word of mouth). Perkembangan teknologi informasi yang begitu pesat terutama dengan munculnya email, mailing list, dan yang terakhir facebook dan tweeter membuat impact dari pesan negatif dari mulut ke mulut semakin dahsyat karena pesan negatif dapat di baca oleh ratusan bahkan jutaan orang dalam waktu singkat. Hal ini membuat kerja perusahaan penyedia jasa dalam penanganan sebuah komplain semakin tidak mudah.

Mendalami kasus Prita, ada beberapa catatan dalam penanganan complain Prita Mulyasari yang menarik untuk dicermati. Penanganan komplain yang lambat dan tidak transparan seperti yang dialami oleh Prita menjadi trigger munculnya email Prita kepada teman - temannya. Dalam hal ini Prita tidak diberikan timeframe yang jelas terkait penyelesaian komplain dan tidak ada inisiatif dari pihak Omni untuk memberikan updating kepada Prita mengenai perkembangan penyelesaian komplain. Alih - alih mengupayakan pendekatan dengan Prita agar permasalahan tidak berkembang lebih jauh lagi, RS Omni malah melakukan blunder kedua dengan mengirimkan surat bantahan setengah halaman di harian Kompas yang substansinya sangat defensif dan menunjukkan arogansi dari sebuah rumah sakit besar. Tidak sampai disitu RS Omni juga memperkarakan Prita ke polisi yang kemudian hasilnya sama - sama kita ketahui.

Belajar dari kasus Prita, apa yang seharusnya dilakukan oleh rumah sakit menghadapi kasus seperti ini ? Dalam complain handling dikenal istilah do the right thing in second chance . Setiap penyedia jasa yang terbaik sekalipun pasti pernah melakukan kegagalan service (service failure). Namun penyedia jasa terbaik akan memanfaatkan kegagalan service sebagai kesempatan untuk meningkatkan loyalitas customer dengan melakukan service recovery yang tepat. Untuk itu beberapa tips dibawah ini dapat menjadi pedoman penanganan sebuah komplain yang efektif bagi rumah sakit ataupun penyedia jasa lainnya.

  • Selalu peka dan bertindak dengan cepat. Kesabaran pasien terbatas. Pasien akan mengekspresikan ketidakpuasannya dengan cara lain yang tidak menguntungkan bagi rumah sakit apabila dirasakan penanganan keluhan dirasakan lambat.
  • Meminta maaf. Terkadang komplain yang terlihat rumit dapat selesai hanya dengan sebuah permintaan maaf yang tulus. Terlepas dari apakah komplain pasien berdasar atau tidak, meminta maaf atas pengalaman yang dirasakan oleh pasien seringkali efektif dalam memberikan efek positif serta meredakan kemarahan pasien.
  • Berempati. hal ini penting sebagai awal untuk membangun kepercayaan antara kedua pihak.
  • Jangan Defensif. Kebanyakan penyedia jasa dalam menghadapi komplain sejak awal sudah bertindak defensif serta berargumentasi sekan - akan kesalahan tidak mungkin dilakukan oleh pihak penyedia jasa. Hal ini tentu saja bukan penanganan komplain yang diinginkan oleh pasien.
  • Jelaskan langkah - langkah penyelesaian komplain dan berikan timeframe. Kebanyakan komplain yang terjadi di rumah sakit membutuhkan investigasi yang lebih mendalam. Sampaikan rencana penyelesaian masalah berikut perkiraaan waktu yang dibutuhkan kepada pasien.
  • Beritahu pasien setiap perkembangan penanganan komplainnya. Pasien tidak akan suka dibiarkan menunggu dalam ketidakpastian. Untuk itu pastikan pasien mendapatkan informasi terkait perkembangan penanganan komplainnnya
  • Gunakan pendekatan problem solving dalam penyelesaian komplain.
  • Pertimbangkan kompensasi. Memberikan kompensasi sebagai bagian dari strategi service recovery terhadap pasien yang telah merasa dirugikan baik waktu maupun biaya. Pendekatan kompensasi juga untuk mereduksi risiko pasien melakukan upaya hukum atau upaya lain yang berpotensi membahayakan image rumah sakit.

1 komentar:

Anonim mengatakan...

thx pak.. bagus buat saya yg kerja di bagian penerimaan complaint.