Pernah punya pengalaman seperti ini? sudah jam shalat zuhur dan anda sedang berada di tengah keramaian sebuah pusat perbelanjaan mentereng di jakarta. Sebagai seorang muslim yang taat maka pastinya anda menyegerakan untuk mencari fasilitas mushola, tentunya dengan harapan mushola yang disediakan oleh manajemen pusat pembelajaan tersebut juga sebaik atau setidaknya cukup representatif untuk tempat berkomunikasi dengan sang Maha. Namun setelah melalui jalan yang cukup panjang dan berdebu (karena harus melewati tempat parkir kendaraan) ternyata mushola yang dimaksud oleh pak satpam hanyalah sebuah ruangan sempit bekas gudang yang berada di daerah parkir kendaraan. Cuma ada dua keran air untuk berwudhu, lebih parah lagi karpet tempat shalatnya pun bau apek dan berkesan seadanya, sama sekali tidak mencerminkan sebuah fasilitas di lokasi bisnis beromset milyaran rupiah. Mungkin ada benarnya salah satu artikel di internet yang menyarankan kepada Pemprov untuk membuat Perda Dilarang Tidak Shalat ( terinspirasi dari Perda Dilarang Merokok ) untuk memaksa para pengelola untuk membuat fasilitas mushola yang representatif.
Fasilitas mushola memang masih menjadi anak tiri bagi sebagian pengelola gedung dan fasilitas pelayanan publik. Mushola masih dianggap pelengkap yang menyusahkan karena dianggap tidak memberikan nilai tambah bagi pengelola. Kalaupun toh mereka akhirnya merelakan salah satu ruangan untuk dijadikan mushola lebih karena adanya peraturan yang mewajibkan pengelola untuk menyediakan fasilitas sarana ibadah tanpa adanya tanpa detail standarisasi minimum. Tidak adanya aturan yang jelas dari pemerintah propinsi mengenai standarisasi fasilitas ibadah ditengarai menjadi penyebab minimnya kualitas mushola publik. Maka tak heran kita sering menemukan mushola berada satu lokasi dengan toilet umum atau seperti ilustrasi diatas, terasing jauh di pojokan parkir kendaraan. Dalam salah satu kunjungan Penulis ke salah satu obyek wisata terkenal di Bali, definisi sebuah mushola bagi pengelola adalah sebuah ruang 1,5 x1 meter tanpa penerangan dan tempat wudhu yang memadai, sangat "bersahaja" apabila dibandingkan dengan toilet umum di lokasi tersebut.
Dilihat dari perspektif bisnis, keberadaan mushola sebagai bagian dari physical facilities tidak dapat dianggap sebelah mata baik bagi pengelola utilitarian oriented services seperti rumah sakit maupun hedonic oriented services seperti mal, restaurant maupun tempat hiburan. Studi mengenai peran servicescapes dalam mempengaruhi evaluasi konsumen terhadap overall service quality menunjukkan bahwa konsumen yang puas dengan dengan physical environment yang mereka datangi akan mempengaruhi secara positif perilaku, maupun buying attitude serta kepuasaan konsumen secara keseluruhan. Untuk itu para pengelola tidak ada ruginya menghabiskan dana sedikit lebih besar untuk memanjakan fasilitas musholanya. Dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia dan beberapa faktor pendukung seperti perilaku konsumen yang kerap menjadikan mal, restaurant, tempat hiburan, atau cafe sebagai lokasi untuk social event tentunya cukup sebagai alasan bagi pengelola untuk menempatkan mushola sebagai magnet bagi pengunjung untuk berlama -lama di tempat tersebut. Mushola yang dikelola dengan baik, representatif dan berada di lokasi yang strategis tidak hanya memberikan kenyamanan tapi juga pengalaman spiritual yang positif sebagai pelengkap pleasure experience pengunjung.
THE BEST AND THE WORSE MUSHOLA in TOWN
Best Practice Mushola :
- Musholla Pacific Place
- Mushola Excecutive Senayan City
- Mushola Plaza Senayan
- Mushola PIM 2
Worse Practices Mushola :
- Mushola EX Plaza Indonesia ( di lokasi parkir, sempit dan kumuh )
- Mushola Mal/ITC Ambassador ( untuk wudhu pengunjung perlu berjalan cukup jauh, tidak ber AC, tidak ada petugas jaga )
- Cibubur Junction
- Mushola PIM 1 ( satu lokasi dengan toilet, sempit )
1 komentar:
artikel yang bagus, dan lebih bagus lagi kalo artikel ini di kirim ke pengelola toko dan petugas terkait supaya bisa diperhatikan dan segera dilakukan perubahan. kalo ngga sadar juga ya kelewatan
Posting Komentar